Bintang di antara Gelapnya Malam (Cerpen Part 1)
Aulia Yanda Puspitasari
Namaku Vanesha Angel, biasa
dipanggil Vanesha. Aku lahir di Jakarta dan aku sekarang juga tinggal di
Jakarta, sedang duduk di bangku SMA kelas II. Di sini aku ingin menceritakan
sedikit tentang pengalamanku yang pernah aku alamin.
Saat awal aku masuk sekolah di SMA
31 Jakarta sebagai murid baru, rasanya malu sekali, karena tidak ada satu pun
yang mengenalku. Ketika itu ada satu cowo yang ingin sekali berkenalan
denganku.
Dia menyapaku “Hai namanya siapa? boleh diulang gak ? gua tadi kurang denger, soalnya
suara lu kecil banget.” Kata
lelaki teman sekelasku itu.
“Aku Vanesha.. ohh iyaa gapapa kok, emang suaraku kecil, sorry yaa.”
Saatnya bel istirahat aku langsung
diajak oleh beberapa teman kelasku untuk ke pergi kantin. Kemudian ada
segerombolan cowok yang menghampiriku. “katanya
ada anak baru di kelas ini, mana dia?” Di saat itu teman-temanku langsung menarik aku
untuk langsung buru-buru ngacir ke kantin.
“Memangnya mereka kenapa? terkenal nakal kah? Kalian kok langsung menarikku
dan menghindari mereka.” Tanyaku keheranan.”
“Ahhh sudah nanti saja aku jelasin semuanya dan aku bakalan kenalin
ke mereka.” Salah satu temanku menjawab dengan nada sedikit kesal.
Di kelas, teman-temanku menjelaskan kalau
segerombolan cowok yang mendekati kami sudah terkenal sebagai murid-murid yang
nakal.
“Tetttttt.....” saatnya bel
pulang sekolah.
Ketika aku ingin berkemas pulang,
tiba-tiba lelaki teman sekelasku yang tadi menyapaku memperkenalkan dirinya.
Agak aneh aja sih, karena aku tidak bertanya siapa namanya.
“Vanesha kenalin nama gua Raffi Putra.” Dia memperkenalkan diri padaku.
“Oh iyaa...” jawabku singkat. Kukira percakapanku
hanya berakhir di momen itu saja, tapi ternyata tidak. Dia memang benar-benar sedang
modus.
“Pulang sama siapa lu? Naik apa? Pasti lu naik mobil dan sama supir
hahaha, dan gak mau naik motor.. Yaa apalagi motor gua jelek, lu bakalan malu
naiknya, bener ga?” dia terus nyerocos, lempeng dan sok kenal.
“Hahaha...” aku melempar senyum, tertawa
kecil di dalam hati. “ Sorry aja nih ya, aku juga balik naik motor kok”
“Oh
kirain...Kalau begitu, kita bisa pulang bareng dong ya? Mungkin kita satu arah.”
Aku tidak
terlalu menghiraukannya dan mencoba untuk membalas seperlunya saja, “Udah dulu ya,
aku duluan, sekarang cuacanya mendung, mungkin sebentar lagi mau hujan.”
Tapi
entah mengapa, ia seperti terus-menerus mendekatiku “ Yaelah, jadi lu takut sama
air nih? Payah lu ah. Nih ya gua kasih tau, mendung itu belum tentu hujan dan
deket itu belum tentu jadian hahaaha..” Ia diam sebentar, lalu mengucapkan kata-kata maut, “tapi kalau
kata gua kita bakalan ‘jadian’ hehehe...bener gak ? bercanda yaa hahaha.” Dia mengucapkan kata tersebut tanpa rasa
beban, cengar-cengir seperti tak punya dosa.
Tadinya
mau tidak kurespon, tapi karena kagok, aku coba untuk sekadar membalas secara
diplomatis, “Gak takut hujan sih, tapi hari ini aku gak bawa jas hujan. Aku
takut nanti tas gua dan buku-buku di dalamnya basah.” Dalam hatiku ini cowok benar-benar jago
ngegombal. Tapi sekarang, tanpa berbasa-basi lagi,
aku memutuskan untuk pulang, “Aku duluan yaa Raf.”
Aku tiba di rumah pukul 05.30 petang
dan langsung mandi untuk prepare les. Di tempat les, aku agak khawatir
karena belum ada teman yang datang, maka aku mengecek handphone untuk
men-chat mereka. Tak disangka, Line-ku memberitahu notifikasi
dari Raffi. Ia menegurku, say hello. Saat itu aku hanya bisa
senyum-senyum sendiri, lucu aja sih, tau dari mana dia id line-ku.
Sebagai seorang perempuan yang menjaga harga diri, aku mau membalasnya rada
lamaan saja.
Selang beberapa menit, aku membalas chat-nya,
“kamu tahu id line-ku dari siapa?”
Tak butuh waktu lama, ia segera
membalasnya, “Tahu dong...orang yang udah
sayang pasti bakal melakukan apa saja sampai berhasil.”
Karena
jawabannya yang membuatku agal kesal, aku hanya membalasnya secara super
singkat, “gak jelas...”
Dia tidak
membalasnya lagi.
Pulang
les jam setengah sembilan malam dan ternyata di luar sedang gerimis. Di tengah
perjalanan, hujan turun deras sekali sehingga aku memutuskan untuk berteduh.
Kala itu aku mencoba menghubungi Bunda, sayang
nomornya tidak aktif. Begitu pun dengan nomor ayahku. Terakhir, aku mau
menelpon kakak. Untung saja diangkat, tapi sayang, kakakku juga tidak bisa menjemputku
karena sedang bekerja. Akhirnya, daripada terus menunggu, padahal malam semakin
larut, aku memilih untuk hujan-hujanan. Aku mengemas tasku dengan plastik.
Tiba di rumah, aku langsung ke kamar
dan mengganti baju, mengambil ponsel untuk mendengarkan lagu. Saat dinyalakan,
aku melihat ada 47 notifikasi dari Raffi. Aku senyum-senyum sendiri melihat
pesannya. Kok bisa dia sangat
mengkhawatirinku padahal dia bukan siapa-siapanya aku. Satu per satu pesannya
kubaca yang tak lama kemudian Bundaku masuk ke kamarku untuk memberikanku secangkir
susu putih.
Melihat tingkahku yang kurang wajar,
Bunda menggodaku. “Ih kamu kenapa senyum-senyum sendiri, pasti
digombalin cowok ya? Inget ya, jangan terlalu jatuh cinta dan mudah mencintai
cowok, usahakn biasa aja perasaanya, nanti kalau terlalu sayang lalu dikhianati
rasanya sakit luar biasa, apalagi cinta remaja seperti kamu, Bbunda tidak mau
kamu kecewa. Inget kata-kata Bunda ya Vaneshaa...” ucap Bunda dengan lemah lembut tetapi sorot matanya yang tajam
menunjukkan keseriusan ucapannya.
Pagi pun tiba, aku bergegas bangun
karena alarmku berbunyi dan aku langsung mengecek ponselku. Kulihat, sekali
lagi, Raffi men-chatku, “ Selamat pagi Vanesha,
jangan lupa sarapan ya, sampai ketemu di kelas ya.”
Di
sekolah, saat hendak memasuki pelajaran Ekonomi, Bu Santi meminta kami untuk
membaca doa yang dipimpin langsung oleh ketua kelas. Dan, ternyata, Raffi-lah
ketua kelasnya.
Di sela-sela jam pelajaran Ekonomi
aku mendengar ada suara ribut-ribut dari kelas sebelah.
“Eh ada apa ya?” tanyaku kepada
teman sabangkuku.
“Ah, paling si Andra.”
“Andra? Siapa dia?”
“Itu loh yang kemarin
gerombolan cowok yang nyariin kamu si anak baru. Dan yang teriak-teriak itu
namanya Andra.”
“Terus, kenapa dia kok ribut-ribut?”
“Biasa lah, gerombolan mereka mah gak jelas semua, eh tapi di antara
yang lainnya bisa dibilang si Andra yang lebih baik.
Di jam
istirahat, gerombolan Andra mendatangi kelasku, atau lebih tepatnya mereka ingin menghampiriku. Katanya Andra
ingin berkenalan denganku. Meski agak risih, aku akhirnya berkenalan dengannya.
“Lepasin!” teriakku. Lama sekali ia melepas jabatan tangannya.
“Maaf, habisnya tangan lu lembut banget sih.”
“Woy lepas tuh tangan.” Terdengar suara itu keluar dari mulut
Raffi.
“ohh iyaa bos...sorry ya. Santai
aja kali.” katanya
sambil tertawa.
Waktu sudah menunjukkan pukul 15.45,
saatnya pulang sekolah. Seperti biasa, Raffi selalu mempertanyakan dan
mengkhawatirinku kalau aku pulang sendirian, apalagi sekarang sudah masuk musim
hujan.
“Pulangnya hati-hati ya Vanesha, mendung soalnya. Kalau ada apa-apa
chat gua aja ya, gua siap kok kapan aja.” Katanya sambil mendekatiku.
Sesampainya di rumah, aku langsung
menuju kamar dan beristirahat. Malam harinya aku mengerjakan tugas di depan
laptop, sedangkan ponselku kusimpan di sebelahnya. Beberapa waktu kemudian ponselku
berdering, dan ternyata Raffi-lah yang menelponku.
Aku mengangkatnya secara hati-hati, “Ada
apa Raffi?”
“Kemana aja sih Van? gak tau apa gua khawatir banget sama lu, hujan
deras soalnya, lu gak kenapa-kenapa kan? Nada suaranya tinggi, tapi terasa sekali emosi
kepeduliannya, seakan-akan aku bisa melihat raut mukanya secara langsung.
“Ya ampun, aku baik-baik aja kali. Maaf ya, tadi tidak membalas
chatnya, ketiduran.” kataku sambil tertawa karena ke-lebay-an sikapnya. Tak terasa,
ternyata kami mengobrol sampai berjam-jam lamanya.
Pada akhirnya aku mengerjakan tugas
ditemani Raffi. Kalau dikira-kira, kami teleponan sampai tiga jam. Dia
menemaniku sampai aku tertidur dan tak lupa mengucapkan selamat malam kepadaku.
Tak kujawab, aku pura-pura tertidur.
sumber gambar: hipwee.com
1
BalasHapus2 agen sabung ayam s128
3
4 honda black cbet
5 daftar kis918 indonesia
6 osg77 slot online
7
8 joker123 slot