Perjuangan Syiah di Indonesia (Part 13)
Jiva Agung
Tulisan ini adalah
terjemahan saya dari disertasi (yang dibukukan) Dr.Zulkifli yang berjudul The Struggle of Shi’is in Indonesia, terbitan
Australian National University E-Press, tahun 2013.
Al
Mahdi
Syiah Indonesia mengakui
bahwa kepercayaan pada Imam Mahdi merupakan suatu hal yang rumit. Kepercayaan ini
sebenarnya tersebar di kedua mazhab, baik Syiah maupun Sunni. Bahkan Yahudi dan
Kristen meyakini kedatangan messiah, sang juru selamat. Di Indonesia sendiri,
ada konsep yang mirip dengan hal itu yakni seorang Ratu adil yang akan membawa
keadilan dan kemakmuran di tanah Jawa. Tetapi perlu dicatat bahwa terdapat
perbedaan penafsiran di antara Sunni-Syiah mengenai kepercayaan pada sosok Imam
Mahdi. Salah satunya mengenai kelahiran. Sunni percaya kalau dia belum lahir
sedangkan Syiah meyakini bahwa Imam Mahdi telah lahir dan masih hidup sampai
saat ini, hanya saja dia sedang dalam persembunyian.
Syiah juga memiliki
perhatian yang lebih dibanding Sunni mengenai hal ini, karena percaya pada Imam
Madi merupakan bagian dari sistem kepercayaan umum mereka terhadap imamah.
Prinsip utama terhadap Imam Mahdi ialah soal menghargai keeksistensian dan kedudukannya
sebagai anak dari Imam yang ke-11, Hasan al-Askari, yang juga merupakan Imam terakhir
yang dipilih oleh Tuhan yang memiliki kesempurnaan pengetahuan Alquran dan
hadis. Abu Ammar menulis: “jika kamu masih ragu mengenai masalah ini...kamu
belum dapat dianggap sebagai Syiah.”
Menurut Syiah
Indonesia, nama Imam Mahdi mirip dengan nama Nabi Muhammad. Dikatakan di dalam
sebuah hadis: “hari kiamat tidak akan terjadi sampai kedatangan seorang dari
ahlul baitku yang namanya sama denganku.” Pada julukan al-Mahdi, dia diberitahu di banyak hadis sebagai imam ke-12. Dia
juga dikatakan sebagai Sahib al-Zaman dan
Imam al-Zaman. Julukan-julukan ini
mengacu pada penafsiran bahwa Imam Mahdi adalah seorang imam zaman sekarang
yang mana semua umat muslim sejati harus mempercayainya. Konsep ini juga
akhirnya berlanjut pada kewajiban bagi umat beriman untuk memiliki seorang
imam. Julukan lainnya al-Khalaf
al-Hujjah, al-Qa’im, al-Muntazar, dan al-Tali.
Bagi Syiah, Imam Mahdi
lahir di Samarra, Irak, tahun 256/871. Ayahnya, imam ke-11, Hasan al-Askari,
merawatnya sampai kesyahidannya di tahun 260/875. Imam Mahdi menggantikan
posisi ayahnya sepeninggalnya, terpilih sebagai imam di kisaran umur 5 tahun.
Inilah salah satu persoalan yang paling rumit di dalam kepercayaan pada Imam
Mahdi. Bagi Syiah, penunjukkannya ialah suatu pemberian dari Tuhan. Jalaluddin
Rakhmat mengutip pandangan Muhammad Bagir bahwa meskipun Imam Mahdi saat itu
masih berumur 5 tahun, rezim politik saat itu mencoba untuk memisahkan dirinya
dengan para pengikutnya, bahkan ingin membunuhnya. “ini adalah bukti kalau Imam
Mahdi sangat kut dan cerdas, sehingga ia harus diakui.
Kemudian, atas perintah
Tuhan, Imam Mahdi bersembunyi (gaib). Istilah gaib di Indonesia dipahami oleh
Syiah sebagai “ketidakhadiran Imam Mahdi di antara umat manusia.” Syiah percaya
pada dua bagian dari kegaiban. Pertama ialah gaib kecil dan kedua ialah gaib
besar. Di gaib kecil Imam masih berkomunikasi dengan manusia melalui wakil
spesialnya. Di era kegaiban ini, yang berada di rentang 875-942 H, dia
dipercaya telah memilih wakil yang dengannya dia dapat berkomunikasi dan
memberi tuntunan kepada para pengikutnya. Ada empat orang wakil yang dikenal
sebagai Nawwab al-Imam atau al-Sufara al-Arba’a. Yang pertama adalah
Utsman bin Sa’id al-Umari. Yang kedua, setelah Ustman meninggal, adalah
anaknya, Muhammad bin Utsman al-Umar. Setelah kematiannya, Husain bin Ruh
Nawbakhti terpilih, dan terakhir Ali bin Muhammad al-Summari menjadi wakilnya.
Kegaiban kecil berakhir dengan kematian Ali bin Muhammad al-Sammari di tahun
942.
Kemudan diikuti oleh
kegaiban besar yang “dimulai dan berlanjut sepanjang kehendak Tuhan.” Hadis
yang disebut di atas (mengenai Imam Mahdi) digunakan untuk mendukung argumen
Syiah yang tidak mengetahui soal kegaiban besar.
Tetapi hadis populer lain dari kitab hadis Sunni (Abu Daud), menceritakan umur
panjang Imam Mahdi dan kemunculannya kembali untuk mengisi keadilan di dunia ini:
“andaikan dunia tinggal sehari sungguh Allah akan panjangkan hari tersebut
sehingga diutus padanya seseorang dari ahlul baitku, namanya sama denganku, dia
akan mengisi dunia dengan keadilan sebagaimana dunia dipenuhi oleh kezaliman.”
Penalaran akal sehat
juga digunakan oleh pemimpin Syiah untuk mendukung kepercayaan mereka terhadap
kegaiban Imam Mahdi dan mengenai panjang umurnya. Gaib tidak berarti tidak ada,
dan ini menjadi argumen atas kehadiran Imam Mahdi. Gaib bisa absolut atau
relatif. Kegaiban Imam Mahdi itu relatif dalam pengertian bahwa dia hadir
terhadap orang-orang tertentu, yakni kepada orang yang terpercaya. Syiah
mengungkapkan bahwa Tuhan menyembunyikan Imam Mahdi dari musuh-musuhnya yang
mencoba untuk mengeksekusinya, karena ia merupakan orang terakhir yang menjadi
imam selama periode panjang sehingga imamah harus ada di semua rentang waktu
yang tak terputus.
Panjangnya umur Imam
Mahdi diakui konsisten dengan ide-ide mengenai keputusan Tuhan. Bagi Syiah di
Indonesia ini merupakan keajaiban lain yang diberi Tuhan kepada Imam Mahdi. Mereka juga mengutip ayat Alquran yang menegaskan
cerita hidup panjang di masa lalu. Nabi Nuh 950 tahun dan ashabul kahfi tidur
selama 309 tahun. Alquran juga menyatakan bahwa Tuhan menolak klaim bahwa Isa
meninggal di tiang salib. Dipercaya bahwa ia masih hidup dan akan muncul
kembali setelah kemunculan Imam Mahdi untuk menjamin keadilan di dunia. Syiah
beranggapan bahwa mustahil untuk merekonsiliasikan sebuah kepercayaan pada
keabsahan ayat-ayat ini dan keberadaan umar panjang dengan sebuah penolakan
pada kepercayaan umur panjangnya Imam Mahdi. Mempertanyakan persoalan ini sama
sama mempertanyakan kuasa Tuhan. Abu Ammar
menulis:
“...umur panjang
merupakan sebuah persoalan yang sangat mungkin terjadi dan bahkan telah
terjadi. Dan ini bukanlah masalah bagi Tuhan Yang Maha Kuasa. Allah menciptakan
semua makhluk, tentu Dia juga dapat menjaganya. Oleh karena itu, barangsiapa yang
meragukan kuasa ini, dia harus memeriksa imannya lagi dan melihat jaraknya
seberapa jauh hal tersebut dari sikap materialistik...”
Alasan lain juga
dipaparkan yang berelasi dengan tugas Imam Mahdi untuk menjamin keadilan dan
kemakmuran di dunia. Dia diciptakan dengan hidup yang panjang, dalam seluruh
rentang masa yang berbeda, menyaksikan dan mengalami berbagai macam peristiwa
dan peradaban. Dengan kekayaan pengetahuan dan pengalaman ini, Imam Mahdi dapat
memenuhi tugasnya menyelesaikan persoalan-persoalan kompleks di muka bumi.
Mengenai persoalan Isa,
Syiah Indonesia percaya dia masih hidup, tetapi tersembunyi, dan dia akan
mendirikan salat di bawah kepemimpinan Imam Mahdi. Ini berarti Isa juga
mengakui imamahnya Imam Mahdi. Beberapa hadis digunakan untuk mendukung
argumentasi ini, termasuk, “apa reaksimu ketika Isa muncul kembali dan Imamnya
ada di antara kalian?”
Berhubungan dekat pada
kepercayaan kegaiban Imam Mahdi, sayangnya berkonsekuensi pada kemunculan manusia-manusia
yang mengaku sebagai dirinya (Imam Mahdi). Pemimpin Syiah di Indonesia
memperingatkan pengikutnya mengenai para Imam Mahdi palsu. Salah satu kasus
terbaru terjadi di Jakarta yakni dari seorang perempuan bernama Lia Aminuddin,
pendiri sekte Salamullah, yang
menyatakan dirinya sebagai seorang Imam Mahdi. Pengakuannya ditolak oleh Syiah
Indonesia sebab Imam Mahdi haruslah seorang laki-laki, harus memiliki nama yang
sama dengan Nabi Muhammad dan harus dari salah seorang keturunannya.
Dalam sejarah
masyarakat muslim, telah ada sejumlah orang yang menyatakan dirinya sebagai
Al-Mahdi. Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah
di Pakistan dianggap sebagai salah seorang Mahdi palsu. Bagi Syiah, selain
dari identitas Imam Mahdi, kriteria lain seperti ismah (suci/terlindungi dari melakukan tindakan salah),
kesempurnaan pada pengetahuan Alquran dan hadis, dan pemenuhannya keadilan di
dunia digunakan untuk menyangkal para Imam Mahdi palsu.
Permasalahan lain yang
berhubungan dengan kegaiban Imam Mahdi ialah kemunculan sejumlah Syiah di
Indonesia yang mengklaim telah bertemu atau berkomunikasi dengannya. Kasus ini
pun mendapat perhatian dari kalangan pemimpin Syiah. Di dalam sejarah Syiah,
ada begitu banyak cerita mengenai orang yang menyatakan dirinya telah bertemu
dengan Imam Mahdi, dan figur-figur Syiah Indonesia percaya kalau semua klaim
itu tidak sah.
Khalid Al-Walid,
seorang ustaz Syiah dan alumni Qum, menegaskan: “barangsiapa yang menyatakan
dirinya dapat berkomunikasi dengan Imam Mahdi secara umum merupakan seorang
pembohong.” Dia mendasari penilaiannya atas apa yang dikatakan dalam surat dari
Imam Mahdi yang memerintahkan manusia untuk berhati-hati mengenai masalah ini.
Salah satu bagian dari
surat itu bertuliskan: “di kalangan Syiahku akan muncul orang yang mengklaim
dirinya dapat menyaksikanku. Hati-hatilah, siapa yang mengklaim dapat
menyaksikanku sebelum kemunculan al-Sufyani, jelas mereka pembohong.” Al-Khalid
menyimpulkan bahwa persoalan ini mencul sebagai konsekuensi dari kegaiban Imam
Mahdi, termasuk klaim telah bertemu dengannya yang dianggap sebagai ujian
keimanan bagi Syiah.
Surat itu
mengindikasikan salah satu tanda kembalinya Imam Mahdi, yakni kemunculan dari
al-Sufyani, yang nanti akan dibunuh oleh Al-Mahdi. Syiah menganggap akan ada
beberapa tanda yang menandai mendekatnya waktu kemunculan Imam Mahdi.
Kebanyakan dapat dilihat dari hadis Sunni dan Syiah. Salah satu tanda utamanya
ialah: “seluruh dunia diliputi kezaliman, ketidakadilan, kekacauan, dan
pembunuhan. Tanda yang paling populer yang mengikuti kemunculan Imam Mahdi adalah
kemunculan Dajjal si mata satu.” Imam
Mahdi dipercaya menjadi salah seorang yang akan membunuh Dajjal, sebagai salah
satu tugasnya untuk membawa keadilan di dunia.
Bagi Syiah Indonesia,
menunggu kemunculan Imam Mahdi merupakan suatu hal yang sangat penting. Ini
bermakna suatu keimanan tidak hanya dalam kehadiran dan imamah dari Imam Mahdi
tetapi juga pada pengawasannya terhadap seluruh perbuatan manusia. Dalam
keadaan menunggu, umat beriman wajib mematuhi semua perintah Tuhan dan menjauhi
larangannya. Inilah yang disebut dengan takwa. Umat beriman juga harus percaya
kalau Imam Mahdi melihat atau memperhatikan semua perbuatannya, karena
dikatakan dalam Alquran bahwa Tuhan, rasul-rasulnya, dan orang-orang beriman
melihat semua tindakan manusia.
Dalam suasana menunggu
Imam Mahdi, umat beriman memohon untuk dimasukkan di bawah kepemimpinan dan
bimbingannya dan memohon kepada-Nya agar segera memunculkannya lagi. “Mari kita
berdoa agar dipersatukan dengan Imam kita, penguasa zaman, al-Mahdi. Kami harap
kami merupakan salah seorang pengikut Imam Mahdi dan akhirnya akan dipertemukan
Tuhan di hari akhir, bersamanya serta pendahulunya, rasulullah.” Ucap Rakhmat.
Mengenai keinginan kemunculan Imam Mahdi, Jaffar Al-Jufri menulis: “Imam kami,
Al-Mahdi, adalah orang yang sangat kami tunggu di era ini, sungguh tidak ada
tokoh lain yang kami percaya selain dia.”
Menunggu kedatangan
Imam Mahdi dianggap menjadi sebuah ibadah kepada Allah dan dipahami sebagai
sebuah nilai filosofis yang positif. Ini bukanlah suatu fatalisme yang membuat
orang berlepas diri. Jika menunggu kedatangan Imam Mahdi menciptakan sikap
fatalistik, maka itu menyimpang dan destruktif. Amal saleh juga diperlukan
untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Bagi Syiah, Mahdisme, bersama
dengan kesyahidan, menjadi basis filosofis untuk mendirikan masa depan umat
muslim. Penderitaan yang mendalam saat melakukan kepatuhan kepada Tuhan,
nyatanya, dimotivasi oleh sebuah pandangan idealistik untuk disaksikan oleh Imam Mahdi.
Jadi, kembalinya Imam
Mahdi disaksikan sebagai sebuah rentetan perjuangan antara kebaikan dan
keburukan. “dan Al-Mahdi merupakan sebuah simbol kemenangan bagi kesalehan dan
umat beriman.” Syiah di Indonesia mendukung argumentasi ini dengan sebuah teks
Alquran yang mana Tuhan telah menjanjikan kemenangan ini. Kembalinya Imam Mahdi
dipahami sebagai sebuah realisasi janji dan hadiah Tuhan kepada kalangan
terzalimi yang akan memperoleh wewenang dan kepemimpinan di dunia.
Pengakuan atas eksistensi
Imam Mahdi dan kepercayaan pada kemunculan kembalinya merupakan sebuah ajaran
yang esensial di dalam mazhab Syiah. Kepercayaan ini memiliki pengaruh yang
besar dalam seluruh mazhab Syiah, termasuk terhadap fikihnya, yang akan kami
bahas kemudian.
Sumber gambar: www.ashuraaa.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar